Rabu, 27 April 2011

A- RAHMAN (MAHA PEMURAH)



Dialah yang mewariskan kasih sayang dan kebaikan bagi seluruh makhluk, di segala zaman, tanpa membedakan antara yang baik dengan yang buruk, yang beriman dan yang kafir, yang dicintai dan yang dibenci. Dicurahkan-Nya karunia tak terbatas kepada seluruh makhluk-Nya. Buktinya terdapat dalam Al Qur'an:

"Rahmat-Ku meliputi segala sesuatu" (Q.S. Al A'raf [7]: 156).

Para ulama telah menafsirkan Ar-Rahman sebagai kehendak Ilahi terhadap seluruh kebaikan, al-iraadah al khayr, dan mengatakan bahwa Ar-Rahman, seperti halnya Allah, adalah nama diri Sang Pencipta dan tidak dapat disifatkan kepada yang lain. Allah berfirman:

"Katakanlah, Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama mana saja kamu seru, Dia mempunyai nama-nama yang paling indah" (Q.S. Al Isra [17]: 110).

Makna kasih sayang berawal dari kebaikan perasaan, rasa sedih dan kepedulian yang dirasakan seseorang ketika dia mengetahui ada orang lain yang tengah mengalami penderitaan. Tekanan rasa sedih tersebut menggerakkan kita untuk menolong orang yang sedang menderita. Namun perasaan iba saja tidaklah memadai. Kasih sayang yang sesungguhnya akan terwujud jika seseorang mampu mengurangi kesedihan dan penderitaan yang tengah dirasakan seseorang. Allah berada di atas itu semua, bahkan dipilih-Nya kasih sayang dan bukan hukuman sebelum Dia menciptakan makhluk. Dia telah menciptakan seluruh makhluk atas dasar kasih sayang-Nya. Segala sesuatu yang ada sejak semula telah dikaruniai dengan kasih sayang. Dia telah menciptakan seluruh makhluk, termasuk makhluk-Nya yang tertinggi, manusia, tanpa kekurangan, dan murni. Dia telah menganugerahkan kepada makhluk-Nya rahmat yang tidak terbatas. Dengan kasih sayang-Nya, Dia telah menunjukkan bahaya kerugian dan kehancuran. Dia telah memberikan kepada manusia, dan hanya kepada manusia, kebebasan untuk memilih antara kebaikan dan keburukan.

Carilah di dalam dirimu sendiri cahaya Ar-Rahman dengan menggunakan kebebasanmu dalam memilih kebaikan bagi dirimu dan bagi orang lain. Rasakanlah penderitaan orang yang tersesat maupun orang yang malang, bukan dengan cercaan, tetapi dengan perasaan iba dan pertolongan, dan berharaplah kepada janji Allah bahwa kasih sayang-Nya jauh melebihi amarah-Nya.

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Allah Yang Maha Tinggi memiliki seratus bagian rahmat. Hanya satu bagian yang dicurahkan-Nya kepada alam semesta, di bagikan-Nya kepada semua makhluk-Nya. Rasa kasih sayang yang ada pada makhluk-Nya di antara sesama berasal dari bagian itu. Adapun 99 bagian lainnya disimpan-Nya untuk hari akhirat ketika Dia akan memberikannya kepada orang beriman."

Hadis lain yang menggambarkan kehendak dan keinginan Allah untuk memberikan rahmat-Nya kepada makhluk adalah: "Jika ada orang yang tidak membutuhkan dan meminta kepada Allah (akan rahmat-Nya) niscaya Allah akan murka kepadanya."

'Abd Ar-Rahman adalah orang yang padanya Allah mengungkapkan rahmat-Nya kepada semesta alam. Setiap anak Adam memperoleh kasih sayang dari Yang Maha Pengasih sesuai dengan potensi mereka. Tak ada yang dikecualikan dari firman Yang Maha Pengasih itu, seperti yang disabdakan Nabi saw. dalam sebuah hadis, "Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk kasih sayang-Nya."



IDENTITAS YANG TERSEMBUNYI DALAM SIDIK JARI

Ketika dikatakan dalam Al Qur'an bahwa mudah bagi Allah untuk menghidupkan manusia setelah kematiannya, sidik jari manusia secara khusus ditekankan:
Justify Full
"Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang-belulangnya? Bukan demikian, sebenarnya Kami berkuasa menyusun (kembali) jari-jemarinya dengan sempurna." (Q.S. Al Qiyamah [75]: 3-4).

Penekanan pada sidik jari memiliki makna sangat khusus karena sidik jari setiap orang unik bagi dirinya sendiri. Setiap orang yang hidup atau pernah hidup di dunia ini memiliki serangkaian sidik jari yang unik. Bahkan kembar identik yang memiliki rangkaian DNA sama persis, memiliki sidik jari yang berbeda.

Sidik jari mencapai bentuk akhir sebelum manusia dilahirkan dan tetap sama seumur hidup, kecuali terdapat bekas luka yang menetap. Itulah sebabnya sidik jari merupakan bukti identitas yang sangat penting bagi pemiliknya dan digunakan sebagai penentu identitas yang bebas kesalahan di seluruh penjuru dunia.

Akan tetapi, yang penting adalah bahwa keunikan sidik jari ini baru ditemukan pada akhir abad ke-19. Sebelumnya, orang menganggap sidik jari sebagai lengkungan-lengkungan biasa tanpa makna khusus. Namun, dalam Al Qur'an, Allah merujuk sidik jari, yang sedikit pun tidak menarik perhatian orang pada waktu itu, dan mengarahkan perhatian kita pada arti penting sidik jari yang baru mampu dipahami pada masa sekarang.

Selasa, 26 April 2011

PEMBENTUKAN MINYAK


"Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi, Yang menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan-Nya), dan Yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberikan petunjuk, dan yang menumbuhkan rumput-rumputan, lalu dijadikan-Nya rumput-rumput itu kering kehitam-hitaman." (Q.S. Al A'laa [87]: 1-5)

Sebagimana kita ketahui, minyak terbentuk dari sisa-sisa tanaman dan binatang di laut. Sisa-sisa makhluk hidup itu membusuk di dasar laut setelah jutaan tahun dan yang tertinggal hanyalah substansi berminyak. Substansi yang berada di bawah lapisan lumpur dan batuan ini kemudian berubah menjadi minyak dan gas. Pergerakan kerak bumi terkadang menjadikan laut membatu dan batuan yang mengandung minyak terkubur ribuan meter di bawah permukaan. Minyak yang terbentuk terkadang merembes ke permeukaan melalui pori-pori lapisan batuan beberapa kilometer di bawahnya dan menguap (berubah menjadi gas) meninggalkan bitumen.

Tiga unsur yang ditunjukkan dalam empat ayat pertama surat Al A'laa sama dengan pembentukan minyak. Besar kemungkinan bahwa istilah mar'aa, yang berarti 'padang rumput', merujuk pada substansi berbasis organik dalam pembentukan minyak. Kata kedua yang penting dalam ayat ini adalah ahwaa, dugunakan untuk menggambarkan warna hijau kehitaman, gelap pekat. Kata ini dapat diaanggap menjelaskan sisa-sisa tanaman yang terakumulasi di bawah tanah sedikit demi sedikit berubah menjadi hitam karena kata-kata ini didukung oleh kata ketiga, ghutsaa. Kata ghutsaa yang diterjemahkan sebagai 'kering', juga bermakna 'tanaman air-banjir', 'tanaman yang terkumpul oleh limbah dan tersebar di sekitar lembah', 'sampah', 'dedaunan' atau 'busa'. Selain konotasi 'dimuntahkan' yang tersirat di dalamnya, kata itu juga bisa diterjemahkan sebagai 'membanjiri dengan materi yang dimuntahkan' dan menggambarkan cara bumi 'memuntahkan' minyak. Dengan mengetahui pembentukan minyak, cara minyak terbentuk, penampakannya yang seperti busa, dan warnanya, kita dapat dengan lebih baik memahami hikmah yang terkandung dalam kata-kata ini.

Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, dalam ayat itu tanaman yang berubah menjadi gelap dan cairan lengket menyiratkan proses yang sama dengan pembentukan minyak. Penggambaran seperti itu, pada waktu pembentukan minyak sama sekali belum diketahui, tidak diragukan lagi bahwa hal itu merupakan bukti lain bahwa Al Qur'an adalah firman Allah.

ALLAH



Allah adalah al-ism al-a'zham, nama teragung, yang mencakup semua sifat Allah yang indah dan menjadi tanda Esensi dan sebab bagi segala eksistensi.

Allah, sebab bagi segala eksistensi, sama sekali tidak serupa dengan makhluk-Nya. Allah hanyalah nama bagi Allah. Tidak ada sesuatu pun selain-Nya yang memiliki nama ini atau menyamainya. Seperti yang difirmankan di dalam Al Qur'an,

"Apa kamu mengetahui ada seseorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)? (Q.S. Maryam [19]: 65).

Nama Allah mencakup lima makna, sifat-sifat yang menunjukkan bahwa tidak ada sesuatupun yang menyerupai Allah. Sifat-sifat itu adalah:

Qidaam:
Terdahulu. Dia tidak menjadi. Dia selalu ada

Baqaa: Kekal, tak berakhir. Dia selamanya ada.

Wahdaaniyyah: Dia Maha Esa, tidak memiliki sekutu, tidak ada yang menyerupai-Nya, sebab bagi segala. Semuanya membutuhkan Dia, semuanya menjadi titah-Nya "Jadilah" dan mati karena perintah-Nya.

Mukhaalafah li al-hawaadits: Dialah Yang Maha Pencipta, Yang Maha Suci dari keserupaan dengan makhluk-Nya.

Qiyaam bi nafsih: Dia berada dengan sendiri-Nya, tidak membutuhkan yang lain.

Allah adalah kesempurnaan. Kesempurnaan-Nya tiada terbatas. Nama Teragung, Allah, mencakup delapan prinsip yang menunjukkan kesempurnaan Allah.

Hayaah: Allah Maha Hidup, kekal, tidak berawal, dan abadi, tidak berakhir. Dia berdiri sendiri, tidak bergantung pada segala sesuatu selain pengetahuan-Nya sendiri yang kekal. Hidup-Nya tidak bergantung pada apa pun seperti daging dan tulang atau benda-benda yang lain, murni dan tidak serupa dengan wujud hidup yang lain.

'Ilm: Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, yang dapat dilihat maupun yang tak dapat dilihat, pada segala zaman. Dia mengetahui "semut hitam yang berada di atas batu hitam di malam yang gelap"; getaran yang menimbulkan sebuah atom; apa yang berada di lubuk hatimu, dan pikiran-pikiran yang bahkan tak kau sadari. Dia mengetahui rahasia yang paling tersembunyi. Dia mengetahui segala yang bereksistensi bahkan sebelum penciptaannyam dan Dia mengetahuinya setelah sesuatu itu tiada.

Sam' Bashar: Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat. Dia melihat segala sesuatu yang terlihat dan yang tak terlihat, mendengar segala yang terdengar dan yang tak terdengar. Tak ada jarak yang mencegah-Nya untuk mendengar. Tak ada kegelapan yang menghalangi-Nya dari melihat. Dia tidak mendengar dengan telinga dan tidak pula melihat dengan mata. Dia melihat dan mendengar dengan Zat-Nya yang kekal dan terdahulu dari semua suara, kata-kata, bentuk, warna, udara, angin, gerak, diam, pikiran, dan ingatan...

Iraadaah: Dia Maha Berkehendak. Allah menentukan sesuatu untuk menjadi seperti ini dan bukan seperti yang lain, dan tak satu pun yang mempu mengubahnya. Segala yang bereksistensi menjadi bereksistensi karena Dia menghendakinya untuk bereksistensi. Segala sesuatu menjadi ada jika Dia menentukannya untuk berada dan akan hilang jika Dia menghapuskannya pada akhir waktunya.

Qudrah: Maha Kuasa. Tak ada yang tak dapat dilakukan Alah. Kekuasaan-Nya hanya mempunyai satu syarat: Kehendak-Nya. Seluruh delapan belas ribu alam semesta dan apa yang berada di baliknya berada di tangan kekuasaan-Nya. Kekuasaan-Nya tidak bergantung pada sesuatu apa pun yang lain. Hanya Dialah yang melakukan segala sesuatu dan tidak dapat ditanya kapan, bagaimana, atau mengapa!

Takwiin: Semua eksistensi dan perbuatan bergantung kepada-Nya. Hanya Dialah pencipta. Keseluruhan, bagian-bagian, esensi, dan sifat-sifat segala sesuatu diciptakan-Nya dengan cara yang paling indah, sempurna, dan adil. Manusia, jin, bumi, dan langit; setan, binatang buas, tumbuhan, batu, dan mutiara; semua yang dapat ditangkap indra, dirasa, dan dibayangkan diciptakan dari ketiadaan. Hanya Dia yang bereksistensi sebelum segala sesuatu bereksistensi. Kemudian diciptakan-Nya makhluk, bukan karena Dia membutuhkannya, tetapi untuk mewujudkan cinta, kehendak, kebijaksanaan, dan sifat-Nya yang penyayang.

Kalaam: Kata-kata, semua yang diucapkan dan didengar adalah milik-Nya. Perintah, peraturan, dan ketentuan Allah yang berlaku bagi seluruh makhluk-Nya terdapat di dalam firman-Nya, dan semua itu dimuat di dalam kitab suci yang terakhir, Al Qur'an, yang mencakup seluruh kitab yang lain. Al Qur'an adalah firman-Nya yang terakhir, yang maknanya tidak terbatas dan kekal. Firman Allah tiu tanpa suara, tidak tergantung pada gerakan lidah dan bibir, atau gelombang suara, dan tidak pula pada molekul yang saling bertubrukan. Untuk mendengarnya tak diperlukan telinga, juga tidak berupa huruf yang membutuhkan mata untuk membacanya.

Hamba Allah dapat berhubungan dengan nama ketuhanan, Allah, yang meliputi seluruh nama, maha suci dari sifat-sifat yang buruk dan mencakup semua sifat kesempurnaan, dengan melaksanakan kehendak yang ada di dalam dirinya sendiri untuk menjadi manusia sempurna. Dalam upaya itu, dia akan berusaha menghilangkan keburukan di dalam dirinya, dan meningkatkan kebaikan di dalam dirinya sendiri.

Senin, 25 April 2011

Tafsir Surat An Naas

Para pembaca yang mulia, semoga Allah subhanahu wata’ala mencurahkan rahmat-Nya kepada kita semua,

Syaithan!!! siapa diantara kita yang tidak pernah mendengar kata ini. Sudah terlalu banyak orang yang terperosok dalam lembah kemaksiatan dan tenggelam dalam syhawat akibat ulahnya. Penebar “racun” di seluruh sendi-sendi kehidupan manusia. Menyeret manusia menjadi penghuni An Naar. Penampakannya yang kasat mata semakin membuat leluasa gerakannya. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):

Sesungguhnya syaithan dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.” (Al A’raaf: 27)

Syaithan adalah sumber dari segala kejelekan yang ada, perancang dari segala makar, peramu segala racun, menghembuskan was-was ke dalam hati-hati manusia, mengemas perbuatan jelek sebagai perbuatan yang baik. Sehingga kebanyakan manusia terpedaya dengan makar dan racunnya.

Namun kita tidak boleh gegabah dengan mengatakan ‘celaka kamu wahai syaithan’, justru syaithan semakin membesar seperti besarnya rumah. Tetapi bacalah basmalah (bismillah) niscaya syaithan semakin kecil seperti lalat. (HR. Abu Dawud no. 4330)

Bukankah Allah subhanahu wata’ala telah memberikan penawar bagi “racun” yang ditimbulkan oleh syaithan tersebut. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):

“Dan Kami turunkan dari Al Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (Al Isra’: 82)

Dan tidaklah Allah subhanahu wata’ala menurunkan suatu penyakit kecuali Allah subhanahu wata’ala telah menyediakan penawarnya. Salah satu dari penawar tersebut adalah surat An Naas, salah satu surat yang terdapat di dalam Al Quran dan terletak di penghujung atau bagian akhir darinya serta termasuk surat-surat pendek yang ada di dalam Al Quran.

Pada kajian kali ini, kami akan mengajak pembaca untuk mengkaji tentang keutamaan surat An Naas dan apa yang terkandung di dalamnya.

Keutamaan surat An Naas

Surat ini termasuk golongan surat Makkiyah (turun sebelum hijrah) menurut pendapat para ulama di bidang tafsir, diantaranya Ibnu Katsir Asy Syafi’i dan Asy Syaikh Abdurrahman As Sa’dy.

Surat An Naas merupakan salah satu Al Mu’awwidzataini. Yaitu dua surat yang mengandung permohonan perlindungan, yang satunya adalah surat Al Falaq. Kedua surat ini memiliki kedudukan yang tinggi diantara surat-surat yang lainnya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أُنْزِلَ أَوْ أُنْزِلَتْ عَلَيَّ آيَاتٌ لَمْ يُرَ مِثْلُهُنَّ قَطُّ الْمُعَوِّذَتَيْنِ

“Telah diturunkan kepadaku ayat-ayat yang tidak semisal dengannya yaitu Al Mu’awwidataini (surat An Naas dan surat Al Falaq).” (H.R Muslim no. 814, At Tirmidzi no. 2827, An Naasa’i no. 944)

Setelah turunnya dua surat ini, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mencukupkan keduanya sebagai bacaan (wirid) untuk membentengi dari pandangan jelek jin maupun manusia. (HR. At Tirmidzi no. 1984, dari shahabat Abu Sa’id radhiallahu ‘anhu)

Namun bila disebut Al Mu’awwidzat, maka yang dimaksud adalah dua surat ini dan surat Al Ikhlash. Al Mu’awwidzat, salah satu bacaan wirid/dzikir yang disunnahkan untuk dibaca sehabis shalat. Shahabat ‘Uqbah bin ‘Amir membawakan hadits dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau shalallahu ‘alaihi wasallam berkata:

اقْرَأُوا الْمُعَوِّذَاتِ فِيْ دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ

“Bacalah Al Mu’awwidzat pada setiap sehabis shalat.” (HR. Abu Dawud no. 1523, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 1514)

Al Mu’awwidzat juga dijadikan wirid/dzikir di waktu pagi dan sore. Barangsiapa yang membacanya sebanyak tiga kali diwaktu pagi dan sore, niscaya Allah subhanahu wata’ala akan mencukupinya dari segala sesuatu. (HR. Abu Dawud no. 4419, An Naasaa’i no. 5333, dan At Tirmidzi no. 3399)

Demikian pula disunnahkan membaca Al Mu’awwidztat sebelum tidur. Caranya, membaca ketiga surat ini lalu meniupkan pada kedua telapak tangannya, kemudian diusapkan ke kepala, wajah dan seterusnya ke seluruh anggota badan, sebanyak tiga kali. (HR. Al Bukhari 4630

Al Muawwidzat juga bisa dijadikan bacaan ‘ruqyah’ (pengobatan ala islami dengan membaca ayat-ayat Al Qur’an). Dipenghujung kehidupan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau dalam keadaan sakit. Beliau meruqyah dirinya dengan membaca Al Muawwidzat, ketika sakitnya semakin parah, maka Aisyah yang membacakan ruqyah dengan Al Muawwidzat tersebut. (HR. Al Bukhari no. 4085 dan Muslim no. 2195)

Tafsir Surat An Naas

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ

“Katakanlah (Wahai Muhammad): “Aku berlindung kepada Rabb manusia.”

مَلِكِ النَّاسِ

“Raja manusia.”

إِلَهِ النَّاسِ

“Sembahan manusia.”

Sebuah tarbiyah ilahi, Allah memerintahkan kepada Nabi-Nya sekaligus Khalil-Nya untuk memohon perlindungan hanya kepada-Nya. Karena Dia adalah Rabb (yaitu sebagai pencipta, pengatur, dan pemberi rizki), Al Malik (pemilik dari segala sesuatu yang ada di alam ini), dan Al Ilah (satu-satunya Dzat yang berhak diibadahi). Dengan ketiga sifat Allah subhanahu wata’ala inilah, Allah subhanahu wata’ala memerintahkan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam untuk memohon perlindungan hanya kepada-Nya, dari kejelekan was-was yang dihembuskan syaithan.

Sebuah pendidikan Rabbani, bahwa semua yang makhluk Allah subhanahu wata’ala adalah hamba yang lemah, butuh akan pertolongan-Nya subhanahu wata’ala. Termasuk Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau adalah manusia biasa yang butuh akan pertolongan-Nya. Sehingga beliau adalah hamba yang tidak boleh disembah, bukan tempat untuk meminta pertolongan dan perlindungan, dan bukan tempat bergantung.

Karena hal itu termasuk perbuatan ghuluw (ekstrim), memposisikan Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bukan pada tempat yang semestinya. Bahkan beliau shalallahu ‘alaihi wasallam melarang dari perbuatan seperti itu. Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam bersada:

لاَ تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ إِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ ، فَقُوْلُوا عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ

“Janganlah kalian berbuat ghuluw kepadaku sebagaimana Nashara telah berbuat ghuluw kepada Ibnu Maryam. Aku ini hanyalah seorang hamba, maka katakanlah Abdullah (hamba Allah) dan Rasul-Nya”. (Muttafaqun ‘Alaihi)

Akan tetapi beliau shalallahu ‘alaihi wasallam adalah seorang nabi dan rasul yang wajib ditaati dan diteladani.

مِن شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ

“Dari kejahatan (bisikan) syaithan yang biasa bersembunyi.”

Makna Al was-was adalah bisikan yang betul-betul tersembunyi dan samar, adapun al khannas adalah mundur. Maka bagaimana maksud dari ayat ini?

Maksudnya, bahwasanya syaithan selalu menghembuskan bisikan-bisikan yang menyesatkan manusia disaat manusia lalai dari berdzikir kepada Allah subhanahu wata’ala. Sebagaimana firman-Nya (artinya):

“Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Rabb yang Maha Pemurah (Al Qur’an), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan). Maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” (Az Zukhruf: 36)

Adapun ketika seorang hamba berdzikir kepada Allah subhanahu wata’ala, maka syaithan bersifat khannas yaitu ‘mundur’ dari perbuatan menyesatkan manusia. Sebagaimana dalam firman-Nya (artinya):

“Sesungguhnya syaitan itu tidak mempunyai kekuasaan atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Rabb-nya.” (An Nahl: 99)

Jawaban ini dikuatkan oleh Al Imam Ibnu Katsir di dalam kitab tafsirnya ketika membawakan penafsiran dari Sa’id bin Jubair dan Ibnu ‘Abbas, yaitu: “Syaithan bercokol di dalam hati manusia, apabila dia lalai atau lupa maka syaithan menghembuskan was-was padanya, dan ketika dia mengingat Allah subhanahu wata’ala maka syaithan lari darinya.

الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ

“Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.”

Inilah misi syaithan yang selalu berupaya menghembuskan was-was kepada manusia. Menghiasi kebatilan sedemikian indah dan menarik. Mengemas kebenaran dengan kemasan yang buruk. Sehingga seakan-akan yang batil itu tampak benar dan yang benar itu tampak batil.

Cobalah perhatikan, bagaimana rayuan manis syaithan yang dihembuskan kepada Nabi Adam dan istrinya. Allah subhanahu wata’ala kisahkan dalam firman-Nya (artinya):

“Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya, dan syaitan berkata: “Rabb-mu tidak melarangmu untuk mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam al jannah/surga)”. (Al A’raf: 20)

Demikian pula perhatikan, kisah ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sedang beri’tikaf. Shafiyyah bintu Huyay (salah seorang istri beliau shalallahu ‘alaihi wasallam) mengunjunginya di malam hari. Setelah berbincang beberapa saat, maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengantarkannya pulang ke kediamannya. Namun perjalanan keduanya dilihat oleh dua orang Al Anshar. Kemudian syaithan menghembuskan ke dalam hati keduanya perasaan was-was (curiga). Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam melihat gelagat yang kurang baik dari keduanya. Oleh karena itu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam segera mengejarnya, seraya bersabda:

عَلَى رِسْلِكُمَا, إِنَّهَا صَفِيَّةُ بِنْتُ حُيَيّ فَقَالاَ: سُبْحَانَ الله يَارَسُولَ الله. فَقَالَ: إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدََّم, وَإِنِّي خَشِيْتُ أَنْ يُقْذَفَ فِي قُلُوبِكُمَاشَيْئاً, أَوْشَرًّا

“Tenanglah kalian berdua, dia adalah Shafiyyah bintu Huyay. Mereka berdua berkata: “Maha Suci Allah wahai Rasulullah. Maka Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya syaithan mengalir di tubuh bani Adam sesuai dengan aliran darah, dan aku khawatir dihembuskan kepada kalian sesuatu atau keburukan.” (H.R Muslim no. 2175)

Demikianlah watak syaithan selalu menghembuskan bisikan-bisikan jahat ke dalam hati manusia. Apalagi Allah subhanahu wata’ala dengan segala hikmah-Nya telah menciptakan ‘pendamping’ (dari kalangan jin) bagi setiap manusia, bahkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam juga ada pendampingnya. Sebagimana sabdanya shalallahu ‘alaihi wasallam:

مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلاّ َقَدْ وُكِّلَ بِهِ قَرِيْنُهُ مِنَ الجِنِّ, قَالُوا: وَإِيَّاكَ يَارَسُولَ الله ؟ قَالَ: وَإِيَّايَ, إِلاَّ أَنَّ الله أَعَانَنِي عَلَيْهِ فَأَسْلَمَ, فَلاَ يَأْمُرُنِي إِلاَّبِخَيْرٍ

“Tidaklah salah seorang dari kalian kecuali diberikan seorang pendamping dari kalangan jin, maka para shahabat berkata: Apakah termasuk engkau wahai Rasulullah? Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab: Ya, hanya saja Allah telah menolongku darinya, karena ia telah masuk Islam, maka dia tidaklah memerintahkan kepadaku kecuali kebaikan”. (HR. Muslim no. 2814)

مِنَ الْجِنَّةِ وَ النَّاسِ

“Dari (golongan) jin dan manusia.”

Dari ayat ini tampak jelas bahwa yang melakukan bisikan ke dalam dada manusia tidak hanya dari golongan jin, bahkan manusia pun bisa berperan sebagai syaithan. Hal ini juga dipertegas dalam ayat lain (artinya):

“Dan Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia)” (Al An’am: 112)

Maka salah satu jalan keluar dari bisikan dan godaan syaithan baik dari kalangan jin dan manusia adalah sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala (artinya):

“Dan jika syaithan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah.” (Fushshilat: 36)

Penutup

Maka sudah sepantasnya bagi kita selalu memohon pertolongan dan perlindungan hanya kepada Allah subhanahu wata’ala semata. Mengakui bahwa sesungguhnya seluruh makhluk berada di bawah pengaturan dan kekuasaan-Nya subhanahu wata’ala. Semua kejadian ini terjadi atas kehendak-Nya subhanahu wata’ala. Dan tiada yang bisa memberikan pertolongan dan menolak mudharat kecuali atas kehendak-Nya subhanahu wata’ala pula.

Semoga Allah subhanahu wata’ala menjadikan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang senantiasa meminta pertolongan, perlindungan dan mengikhlaskan seluruh peribadahan hanya kepada-Nya.


Penulis: Buletin Al-Ilmu Jember

Diambil dari Ma’had Ahlussunnah Jember

ANGIN YANG MENGAWINKAN


Dalam sebuah ayat Al Qur’an disebutkan sifat angin yang mengawinkan dan terbentuknya hujan karenanya.

Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan dan Kami turunkan hujan dari langit lalu Kami beri minum kamu dengan air itu dan sekali kali bukanlah kamu yang menyimpannya.” (Al Qur’an, 15:22)

Dalam ayat ini ditekankan bahwa fase pertama dalam pembentukan hujan adalah angin. Hingga awal abad ke 20, satu-satunya hubungan antara angin dan hujan yang diketahui hanyalah bahwa angin yang menggerakkan awan. Namun penemuan ilmu meteorologi modern telah menunjukkan peran “mengawinkan” dari angin dalam pembentukan hujan.

Fungsi mengawinkan dari angin ini terjadi sebagaimana berikut:

Di atas permukaan laut dan samudera, gelembung udara yang tak terhitung jumlahnya terbentuk akibat pembentukan buih. Pada saat gelembung-gelembung ini pecah, ribuan partikel kecil dengan diameter seperseratus milimeter, terlempar ke udara. Partikel-partikel ini, yang dikenal sebagai aerosol, bercampur dengan debu daratan yang terbawa oleh angin dan selanjutnya terbawa ke lapisan atas atmosfer.

Partikel-partikel ini dibawa naik lebih tinggi ke atas oleh angin dan bertemu dengan uap air di sana. Uap air mengembun di sekitar partikel-partikel ini dan berubah menjadi butiran-butiran air. Butiran-butiran air ini mula-mula berkumpul dan membentuk awan dan kemudian jatuh ke Bumi dalam bentuk hujan.

Sebagaimana terlihat, angin “mengawinkan” uap air yang melayang di udara dengan partikel-partikel yang di bawanya dari laut dan akhirnya membantu pembentukan awan hujan.
Apabila angin tidak memiliki sifat ini, butiran-butiran air di atmosfer bagian atas tidak akan pernah terbentuk dan hujanpun tidak akan pernah terjadi.

Hal terpenting di sini adalah bahwa peran utama dari angin dalam pembentukan hujan telah dinyatakan berabad-abad yang lalu dalam sebuah ayat Al Qur’an, pada saat orang hanya mengetahui sedikit saja tentang fenomena alam…